Cara Membangkitkan Bodhicitta
Kualitas
Bodhicitta telah ada dalam batin setiap mahluk, namun dalam diri mahluk-mahluk
biasa yang masih tercengkeram oleh kotoran batin maka Bodhicitta yang
dimilikinya belumlah nampak kekuatanya. Ketika perbuatan manusia belum
dilandasi oleh kekuatan Bodhicitta maka kencenderungan untuk mementingkan diri
sendirilah yang akan lebih dominan, sebaliknya ketika perbuatan manusia telah
dilandasi oleh kesadaran Bodhicitta maka kecenderungan untuk mengutamakan
kebahagiaan mahluk lain akan lebih dominan.
Para Bodhisattva melaksanakan karya kebajikan karena kekuatan kesadaran Bodhicitta, manusia biasa selalu mencari keuntungan bagi diri sendiri karena belum membangkitkan Bodhicitta.
Para Bodhisattva melaksanakan karya kebajikan karena kekuatan kesadaran Bodhicitta, manusia biasa selalu mencari keuntungan bagi diri sendiri karena belum membangkitkan Bodhicitta.
Bodhicita
perlu dibangkitkan agar setiap manusia sesuai dengan berbagai kedudukanya mampu
menjalankan tugasnya dengan baik dan benar. Seorang pendidik yang telah
membangkitkan Bodhicittanya dan mengerti tentang tujuan hidup yang sebenarnya
sesuai dengan cita-cita luhurnya akan dapat menjalankan tugas mendidik dengan
baik. Pendidik tersebut akan menyadari bahwa mendidik manusia lain adalah wujud
dari komitmen membantu dan membahagiakan semua mahluk. Demikian juga para
peserta didik yang telah membangkitkan Bodhicittanya akan menyadari betapa
pentingnya belajar mengembangkan potensi diri, karena hanya dengan belajarlah
maka manusia akan memiliki berbagai keterampilan yang pada akhirnya dengan
keterampilanya akan dapat membantu mahluk lain.
Secara
lebih sederhana, membangkitkan Bodhicitta berarti mengalihkan pikiran kearah
yang bajik dan luhur serta menetapkan tekad untuk mencapai tujuan spiritual
tertinggi. Ketika manusia telah menyadari bahwa tujuan menjalani kehidupan
adalah untuk mencapai kesempurnaan spiritual maka dalam melaksanakan tugas
sehari-hari yang menjadi tolak ukur utama bukan lagi tentang untung dan rugi
secara materi tetapi lebih memikirkan manfaatnya bagi semua mahluk.
Dalam
Bodhicittavivarana, Y.A Nagarjuna mengatakan: “ Seperti para Buddha dan para Bodhisattva agung telah
membangkitkan bodhicitta, saya juga, mulai sekarang hingga tercapainya
penggugahan, membangkitkan bodhicitta agar saya dapat menyelamatkan mereka yang
belum terselamatkan, membebaskan mereka yang belum terbebaskan, menghilangkan
penderitaan mereka yang belum hilang, dan sepenuhnya membantu mereka melampaui
penderitaan mereka yang belum sepenuhnya terlampaui. (Potowa Center, 2009: 1)
Berdasarkan
kutipan diatas dapat dimengerti bahwa penganut ajaran Buddha seharusnya
membangkitkan Bodhicitta. Membangkitkan Bodhicitta bagi para pendidik agama
Buddha akan memberikan kekuatan dalam pelaksanaan tugas mendidik. Ketika batin
telah menumbuhkan tekad untuk menyelamatkan semua mahluk maka tidak ada alasan
untuk tidak berjuang memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak didiknya.
Bagi para peserta didik kebangkitan Bodhicitta akan menumbuhkan kekuatan untuk
belajar secara sungguh-sungguh.
Selanjutnya
dalam Sastra Suci Bodhicaryavatara, Y.A Santideva mengatakan:
Segala
kebajikan yang lain bagaikan pohon yang ditanam
Setelah
berbuah ia punah begitu saja
Sebaliknya
pohon abadi Bodhicitta
Tak
akan berhenti berbuah, bahkan terus berkembang.
(Yayasan
Bhumisambhara, 2002: 4)
Berdasarkan kutipan diatas menunjukkan bahwa
kekuatan dari kesadaran Bodhicitta yang tak terukur, yang akan terus berkembang
dan memberikan manfaat bagi mahluk-mahluk. Memahami betapa mulia, agung dan
pentingnya membangkitkan kesadaran Bodhicitta maka bagi para pendidik dan
peserta didik harus memahami cara membangkitkan kesadaran Bodhicitta. Kesadaran
Bodhicitta dapat dibangkitkan dengan cara pelaksanaan perenungan terhadap:
1. Berharganya kelahiran
sebagai manusia;
2. Ketidakabadian(anitya);
3. Perbuatan,
sebab dan akibat;
4. Kekurangan-kekurangan
samsara.
5. Setiap mahluk sebagai ibu.
1. Merenungkan
Berharganya Kelahiran Sebagai
Manusia
Seperti seorang
pedagang yang mengetahui nilai mahal dari suatu barang sehingga dia akan
berjuang keras untuk mendapatkanya dan melindunginya karena akan mendatangkan
keuntungan yang berlipat, demikian juga manusia setelah dapat mengetahui
berharganya kelahiran sebagai manusia baru akan menghargai dan tidak
menyia-nyiakan kelahiranya sebagai manusia. Secara umum kelahiran sebagai
manusia menjadi sangat berharga karena memiliki beberapa kualitas: (1)
Kelahiran sebagai manusia sangat sulit didapat, (2) Kelahiran manusia memiliki
berbagai kebebasan, (3) kelahiran manusia mudah hilang, (4) Kelahiran sebagai
manusia memiliki potensi dan tujuan besar.
a. Kelahiran Manusia Sulit Diperoleh
Terdapat 31 alam kehidupan yang dapat
dihuni oleh mahluk-mahluk. Salah satu dari 31 alam ini adalah alam manusia.
Buddha menjelaskan bahwa mahluk-mahluk yang terlahir sebagai manusia adalah
mahluk-mahluk yang telah menanam banyak jasa kebajikan. Kelahiran sebagai
manusia sungguh teramat sulit diperoleh, dalam miliaran kelahiran belum tentu
dapat terlahir sebagai manusia yang memiliki kondisi yang baik.
Tentang sulitnya memperoleh kelahiran sebagai
manusia, Buddha telah memberikan perumpamaan: “ ketika seluruh dunia ini adalah
samudra luas, kemudian di dasar samudra hiduplah seekor penyu buta yang
memiliki kesempatan untuk muncul kepermukaan sekali dalam seratus tahun. Kemudian
dipermukaan samudra ada sebuah gelang yang terombang ambing oleh ombaknya.
Ketika kura-kura buta dapat memasukkan kepalanya kelubang gelang dipermukaan
maka sesulit itulah mendapatkan kelahiran sebagai manusia”.
Dalam Bodhicaryavatara, Y.A Shantideva
mengatakan:
Kebebasan dan keberuntungan sangat sulit
didapatkan
Oleh karena ia memenuhi apa yang berarti
bagi manusia
Bila aku tidak memanfaatkan itu saat ini
Bagaimana keberuntungan sempurna ini
akan terjadi lagi?.
(Yayasan
Bhumisambhara, 2002: 18)
Jika manusia secara mendalam mau
merenungkan hal ini maka kelahiranya sebagai manusia akan segera dipergunakan
untuk mencapai tujuan termulia yang bisa dicapai.
b. Kelahiran
Manusia Memiliki Berbagai Kebebasan
Ketika mahluk mendapatkan kelahiran
sebagai manusia maka akan memperoleh kebebasan berkaitan dengan pilihan untuk
melakukan tindakan-tindakan kebajikan. Dengan tubuh manusia maka dapat
melakukan berbagai aktivitas kebajikan: Dengan tubuh manusia mahluk dapat
menyempurnakan dana, dapat menyempurnakan sila, dapat menyempurnakan samadhi,
dapat menyempurnakan prajna. Perbuatan kebajikan yang terkecil hingga yang
tertinggi dapat dilakukan ketika mahluk memperoleh kelahiran sebagai manusia.
Dalam Bodhicaryavatara, Y.A Shantideva
mengatakan:
Kebebasan dan keberuntungan sangat sulit
didapatkan
Oleh karena ia memenuhi apa yang berarti
bagi manusia
Bila aku tidak memanfaatkan itu saat ini
Bagaimana keberuntungan sempurna ini
akan terjadi lagi?.
(Yayasan
Bhumisambhara, 2002: 18)
Kebebasan ini dapat dibandingkan jika
mahluk terlahir di alam yang lain, misalnya: mahluk yang terlahir sebagai
binatang akan sulit untuk berbuat kebajikan, mahluk yang terlahir di alam
neraka juga sangat sulit untuk berbuat kebajikan. Dengan merenungkan kualitas
kebebasan yang dimiliki dalam kelahiran sebagai manusia akan tumbuh kesadaran
Bodhicitta untuk menggunakan kesempatan ini dalam melakukan kebajikan-kebajikan.
c. Kelahiran Sebagai Manusia Mudah Lepas atau Hilang.
Setelah berputar di alam-alam kehidupan
hingga suatu saat seperti ini mahluk dapat terlahir sebagai manusia dengan
berbagai keuntungan dan kebebasannya, namun haruslah disadari bahwa keberadaan
sebagai manusia saat ini sungguh singkat sekali. Umur manusia rata-rata saat
ini hanya dapat mencapai usia 70 tahun, hal ini akan terjadi apabila tidak
terjadi berbagai kecelakaan atau bencana. Kenyataanya dalam kehidupan manusia
saat ini terjadi banyak sekali kejadian-kejadian yang dapat menjadi sebab
terjadinya kematian. Bencana alam terjadi dimana-mana, wabah penyakit menyerang
dimana-mana, peperangan terjadi dimanapun, kecelakaan dan kejahatan juga
terjadi, inilah hal-hal yang selalu mengancam untuk merenggut kehidupan
manusia.
Kehidupan tidak pasti jalanya namun
kematian adalah pasti. Ini adalah pernyataan yang sering terdengar untuk
menyadarkan manusia. Keberadaan sebagai manusia adalah rapuh terhadap kematian,
kapanpun dengan ribuan jalan kematian dapat datang setiap saat. Menyadari
betapa rapuhnya keberadaan manusia sehingga waktu hidup yang dimiliki adalah
sangat berharga dan harus dihargai dengan cara memanfaatkannya untuk hal-hal
yang bajik.
d. Kelahiran Sebagai Manusia Mempunyai Tujuan Besar.
Sebenarnya setiap orang sudah sangat mujur
ketika dilahirkan sebagai seorang manusia. Meski dalam kondisi yang paling
rendah sekalipun, hidup sebagai manusia tetap merupakan berkah yang besar dan
peluang emas yang amat langka.
Yang terpenting dari kelahiran sebagai manusia adalah tujuan besar atau
potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat penting namun tidak semua manusia
memahami dan meyakininya. Dengan tubuh manusia mahluk-mahluk dapat melakukan
segala kebajikan hingga sempurna, dapat mengembangkan kebijaksanaan hingga
sempurna. Para Boddhisattva telah menunjukkan pencapaian ke-Buddhaan dengan
tubuh manusia dan di alam manusia. Hal ini telah memperjelas bahwa kelahiran
sebagai manusia memiliki potensi yang besar.
Ketika mahluk terlahir sebagai manusia dikatakan telah memiliki
kebebasan untuk menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, ketika manusia
memilih untuk mencapai tingkat spiritual tertinggi maka dengan tubuh manusia
ini tujuan tersebut dapat dicapai.
Y.A Shantideva mengatakan:
Sekarang,
selagi bebas untuk berbuat
Aku akan senantiasa berwajah tersenyum
Dan menghilangkan wajah muram ataupun menunjukkan kemarahan
Aku akan menjadi sahabat dan tempat mengadu bagi dunia.
(Bhumisambhara, Kutipan dari Bodhicaryavatara 5.70-71)
Aku akan senantiasa berwajah tersenyum
Dan menghilangkan wajah muram ataupun menunjukkan kemarahan
Aku akan menjadi sahabat dan tempat mengadu bagi dunia.
(Bhumisambhara, Kutipan dari Bodhicaryavatara 5.70-71)
Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa ketika telah
lahir sebagai manusia haruslah menghargai dan memanfaatkan potensi yang
dimiliki untuk mencapai tujuan tertinggi karena hal ini adalah mungkin.
2. Ketidakabadian(anitya)
Setelah
merenungkan berharganya kelahiran sebagai manusia, selanjutnya adalah
merenungkan tentang hakikat dari segala hal yang ada di dunia yang menjadi
obyek pengejaran sehingga seringkali manusia melakukan tindakan-tindakan yang
tidak bajik. Pada umumnya manusia selalu melakukan tindakan atas dasar
mementingkan diri sendiri, hal ini tercermin ketika manusia selalu tega
mengorbankan mahluk lain untuk kesenangan diri sendiri.
Sifat yang
sejati dari segala keberadaan tidak terlihat oleh sebagian besar manusia,
karena tidak melihat kebenaran ini maka manusia cenderung melakukan perbuatan
yang jauh dari kebajikan. Manusia yang tidak menyadari ketidakabadian dari
keberadaan dunia akan selalu mengejar dan mengumpulkan hal-hal di dunia ini.
Manusia mengejar harta, tahta, kemasyhuran. Pengejaran terus-menerus terhadap
hal-hal dunia tidak akan menemukan garis finisnya, bahkan hanya akan semakin
menyesatkan.
Jika ingin
menghentikan pengejaran yang melelahkan renungkanlah hakikat dari keberadaan.
Kehidupan manusia sendiri adalah tidak kekal, kematian dan kehancuran akan
datang kapanpun. Ketika kematian dan kehancuran telah terjadi maka tidak ada
sesuatu yang tak terpisah. Apapun yang telah dikumpulkan akhirnya tetap akan
ditinggalkan. Semua tidak kekal untuk apa dikejar dengan berbagai upaya yang
melelahkan dan menjerumuskan. Lakukanlah kebajikan yang akan membawa pada
keabadian.
dalam Kitab
Dharma Pitaka, Sutra Delapan Kesadaran Agung, Hyang Buddha bersabda sebagai berikut:
Ketidak-langgengan merupakan ciri dari segala
sesuatu di alam semesta. Alam semesta berbahaya dan rapuh, akan mengalami
kehancuran. Badan jasmani yang diuraikan menjadi empat unsur pokok (mahabhuta)
berkaitan dengan penderitaan dan kekosongan (Sunya). Gabungan lima
faktor kehidupan (Skandha) tidak memiliki suatu pribadi (ego) yang nyata
adalah merupakan suatu hukum, bahwa segala sesuatu yang berkondisi akan timbul
dan lenyap. Sama sekali tak ada penguasaan atas badan jasmani dan obyek-obyek
duniawi. Karenanya, batin (pikiran) merupakan akar kejahatan serta melekat pada
obyek-obyek duniawi, menjadi tempat bersembunyinya dosa dan kejahatan. Dengan
melihat fenomena dari sudut ini, sedikit-demi sedikit kita akan membebaskan
diri dari penderitaan kelahiran dan kematian. (Tim Penerjemah, 1994: 505)
Dari
kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa;
Hyang Buddha dengan kebijaksanaanya yang tiada batas telah menunjukkan kepada manusia jalan untuk mencapai
pembebasan dengan memahami kenyataan bahwa semua bentuk dan fenomena adalah
tidak kekal. Hyang Buddha memberikan semangat dan menuntun manusia untuk
memahami kenyataan bahwa segala sesuatu adalah tidak kekal dan tidak dapat
dipertahankan bukan untuk menakut-nakuti manusia, bukan untuk membuat manusia
kecewa atau putus asa. Semua Manusia
perlu menyadari, memahami dan mengerti kenyataan sebagai apa adanya.
Semua adalah berubah, tidak kekal, berlalu dan tidak dapat dipertahankan atau
dimiliki. Apabila manusia telah mampu dengan kejernihan batin memahami
kenyataan ini, tentulah manusia sedikit demi sedikit mampu mengikis kemelekatan
terhadap diri dan obyek duniawi.
3. Perbuatan, Sebab
dan Akibat
Setelah
merenungkan ketidakabadian yang dapat menghentikan pengejaran, selanjutnya
adalah perenungan terhadap perbuatan, sebab dan akibat yang akan menjadi
motifasi untuk selalu waspada terhadap setiap tindakan diri sendiri serta akan
menghancurkan kebiasaan menyalahkan pihak lain. Kebenaran yang sejati adalah
bahwa segala sesuatu yang menimpa manusia adalah akibat dari tindakanya
sendiri. Perbuatan melalui pikiran, ucapan dan perbuatan yang telah dilakukan
diri sendiri akan menjadi sebab bagi akibat yang akan diterima kemudian.
Dalam Samyutta Nikaya I, 227 Sang
Buddha bersabda sebagai berikut:
Sesuai
dengan benih yang telah ditabur,
begitulah
buah yang akan dipetiknya.
Pembuat
kebaikan akan mendapat kebaikan,
pembuat
kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah
biji-biji benih, dan
engkau
pulalah yang akan merasakan buah-buah daripadanya”.
Dari sabda Buddha di atas dapatlah
dijelaskan bahwa apa-apa yang sekarang diterima oleh manusia benihnya adalah
perbuatan yang telah dilakukan dan terkondisi oleh keadaan saat ini. Menyadari
kebenaran ini maka akan tumbuh rasa tanggung jawab untuk menerima segala
kekurangan dan kelebihan diri sendiri serta mahluk lain. Segala kekurangan yang
dirasakan, penyakit yang menyerang, musibah yang datang, kejahatan yang menimpa
dan perlakuan yang tidak baik, semua memiliki sebab utamanya adalah perbuatan buruk
diri sendiri. Sebaliknya kelimpahan yang dirasakan, kesehatan yang dinikmati,
keselamatan yang didapatkan, perlindungan yang hadir dan perlakuan yang baik
dari mahluk-mahluk, semua juga memiliki sebab utama perbuatan bajik diri
sendiri.
Jika perbuatan adalah penyebab
utama dari segala yang dirasakan maka manusia hendaknya selalu tidak melakukan
perbuatan buruk, sebaliknya dengan gigih untuk melakukan kebajikan hingga
sempurna.
4. Kekurangan-Kekurangan Samsara.
Setelah
merenungkan tentang sebab, perbuatan dan akibat yang menumbuhkan kesadaran
untuk waspada terhadap setiap perbuatan diri sendiri, selanjutnya melaksanakan
perenungan terhadap kekurangan-kekurangan keberadaan di alam-alam samsara. Menurut kebenaran yang telah disampaikan oleh
Buddha bahwa kelahiran dimanapun yang masih dicengkram oleh ketidakabadian
adalah penderitaan karena mengkondisikan ketidak puasan. Secara umum Buddha
menyebutkan bahwa enam kelompok alam: alam neraka, alam binatang, alam setan,
alam asura, alam manusia dan alam dewa adalah alam samsara.
Di alam neraka
mahluk-mahluk tersiksa oleh panas dan dingin akibat kebencian, di alam binatang
mahluk-mahluk tersiksa oleh kegelisahan,
ketakutan, penyiksaan dan kematian akibat kemalasan dan kebodohan, di
alam setan mahluk-mahluk tersiksa oleh kelaparan dan kehausan yang sangat
mencikik akibat keserakahan dan ketidakpuasan, di alam asura mahluk-mahluk
tersiksa oleh peperangan akibat kesombongan dan iri hati, di alam manusia
mahluk-mahluk tersiksa oleh kelahiran, usia tua, sakit dan kematian akibat
tanha, dialam dewa mahluk-mahluk juga harus mengalami penderitaan ketika akan
meninggal dari alam dewa.
Menyadari bahwa
keberadaan dimanapun dalam lingkup enam kelompok alam adalah menderita dan
tidak memuaskan maka yang terbaik adalah berjuang untuk mencapai pembebasan
dari enam kelompok alam samsara. Hal ini dapat dicapai ketika mahluk terlahir
sebagai manusia kemudian menumbuhkan tekad untuk mencapai tingkat ke-Buddhaan.
Tingkat ke-Buddhaan adalah tujuan termulia, membangkitkan kesadaran Bodhicitta
adalah langkah awalnya, karuna dan prajna adalah kaki penopang untuk melangkah
mencapainya, sad paramita adalah praktinya, seluruh mahluk adalah ladangnya.
Ketika manusia
telah memahami dengan jernih bahwa mencari kesenangan-kesenangan dalam
alam-alam kehidupan adalah melelahkan dan sia-sia kemudian mampu menumbuhkan
tekad untuk mencapai yang tidak melelahkan dan tidak sia-sia maka segala
kesempatan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk berjuang mencapai ke-Buddhaan,
terutama adalah saat ini ketika telah lahir sebagai manusia.
5. Setiap
Mahluk Sebagai Ibu
Empat
perenungan; Berharganya kelahiran sebagai manusia, Ketidakabadian(anitya),
Perbuatan, sebab dan akibat, Kekurangan-kekurangan
samsara,
ini akan mengalihkan pikiran dari hal-hal keduniawian kearah spiritual. Dalam
upaya membangkitkan Bodhicitta tidak boleh berhenti hanya pada mengalihkan
pikiran dari keduniawian tetapi harus ditopang oleh kekuatan belas kasih dari
dalam batin. Belas kasih akan menjadi kekuatan agar mahluk-mahluk mampu dan
rela menanggung segala derita ketika berjuang untuk mencapai ke-Buddhaan.
Buddha bersabda:
“ sungguh sulit menemukan mahluk yang belum pernah menjadi ibu kita”.
Pernyataan Buddha ini adalah kebenaran yang seharusnya diyakini oleh setiap
manusia, jika setiap mahluk yang kita temui adalah pernah menjadi ibu kita
berarti mahluk-mahluk semuanya pernah memberikan jasa yang tak terhingga kepada
kita seperti ibu kita saat ini. Semua mahluk adalah ibu kita, berarti kita memiliki
kewajiban untuk memberikan kebaikan dan kebahagiaan kepada mereka, sebagai
apapun mereka saat ini.
Seorang ibu
adalah mahluk yang paling berjasa terhadap anak-anaknya, dikatakan bahwa budi
besar mereka seperti tak terbalaskan dan merupakan kebajikan besar jika seorang
anak mampu berbakti kepada ibunya. Manusia dengan batinya yang bajik akan dapat
menumbuhkan belas kasih yang besar ketika menyadari bahwa dirinya telah banyak
mendapatkan segala hal dari ibunya. Jika dalam batin muncul niat tidak bajik terhadap
mahluk lain segeralah sadari bahwa mahluk lain ini pernah menjadi ibu kita. Apa
yang tak dapat dikorbankan oleh seorang anak yang berbakti kepada ibunya?, hal
ini juga berlaku bagi mahluk lain yang juga adalah ibu.
Y.A. Candragomi mengatakan:
Tidak ada yang lebih
memalukan dibanding dengan mengabaikan (semua mahluk hidup)
Dalam rangka mengejar
pembebasan untuk diri sendiri;
Meskipun tak kenal, Dengan terlewatinya kelahiran dan kematian; mereka
adalah sanak saudara kita, terperangkap dalam lautan samsara dan akan tenggelam
dalam pusaran air.” (letter to a
disciple, sisyalekha)
Ketika manusia
menyadari dengan mendalam tentang kebenaran bahwa setiap mahluk adalah ibu atau
sanak saudara maka hal ini akan menumbuhkan belas kasih yang universal, hal ini
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar. Sungguh aneh jika manusia
mengupayakan hanya keselamatan dirinya sendiri, sementara itu manusia
mengabaikan keselamatan mahluk lain yang merupakan ibunya sendiri.
Demikian artikel singkat ini, semoga menambah bahan bacaan.
Terimakasih.
Komentar