Puasa dalam Agama Buddha

Puasa adalah suatu praktik untuk mengendalikan diri dan melatih pikiran serta prilaku yang bajik dan terkendali. Bentuk pelatihan luhur ini dalam agama Buddha disebut latihan Uposatha. Latihan ini secara langsung diajarkan oleh Buddha sendiri, latihan Uposatha ini ditujukan bagi Umat awam yang ingin melatih diri lebih intensif. 

Buddha telah mengajarkan praktek yang lebih maju bagi umat yang masih memiliki tanggung jawab keluarga. Buddha memiliki welas asih agung, Beliau mengingnginkan setiap mahluk memiliki kesempatan untuk melatih diri menuju pencerahan oleh sebab itu Buddha mengajarkan cara yang dapat ditempuh bagi umat awam untuk memupuk kebajikan demi kebahagiaan dimasa selanjutnya. Melihat kesibukkan yang harus dipenuhi oleh para perumah tangga maka Buddha memberikan suatu cara yang sangat luhur untuk dipraktekkan para Umat awam yaitu pelaksanaan Uposatha.

Buddha memberi petunjuk bahwa dalam hitungan satu bulan terdapat empat hari yang dapat digunakan oleh para umat awam untuk melatih kehidupan yang suci. Dalam Uposatha Sutta hyang Buddha menjelaskan bahwa jika seorang dapat melaksanakan uposatha dengan sempurna walaupun hanya sehari saja maka akibatnya dapat membuat manusia tersebut akan terlahir di alam dewa/surga. Hari-hari uposatha tersebut adalah; tanggal 1, 8, 15, 23 penanggalan Candrasankala.
Langkah-langkah melaksanakan Uposatha yang benar, adalah sebagai berikut:

Pada hari uposatha seorang umat bangun pagi, kemudian membersihkan diri dan mengenakan pakaian yang bersih, nyaman dan sopan, setelah itu datang kevihara memberikan penghormatan kepada Triratna, menyatakan perlindungan pada Triratna, kemudian jika ada Bhikku memohon kepada Bhikku untuk menerima bimbingan Atthangasila. Jika tidak ada Bhikku maka umat dapat mengambil tekad/Atthangasila sendiri dihadapan altar Triratna. Sila dan perenungan yang diambil adalah sebagai berikut:

1) Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi
Tekad untuk menghindari tindakan membunuh dan menganiaya makhluk apapun. Pada saat mengambil sila yang pertama ini maka umat harus merenung demikian“ para Buddha, Arahat dan para makhluk suci selama hidupnya telah menghindari dan tidak melakukan pembunuhan dan penganiayaan terhadap makhluk apapun juga. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri menghindari pembunuhan dan penganiayaan makhluk apapun juga, sebaliknya saya akan mengembangkan pikiran cinta kasih kepada semua makhluk.

2)Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk menghindari tindakan mengambil milik orang lain yang tidak diberikan/pencurian. Pada saat mengambil sila yang kedua ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya telah menghindari dan tidak melakukan pencurian, mengambil sesuatu yang tidak siberikan. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri menghindari pencurian, mengambil sesuatu yang tidak diberikan, sebaliknya saya akan hidup dengan menerima apa yang diberikan dan mengembangkan rasa puas terhadap apa yang dimiliki.

3)Abrahma-cariyā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk menghindari perbuatan sexsual dalam bentuk apapun juga dan dengan siapapun juga. Pada saat mengambil sila yang ketiga ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya telah menghindari dan tidak melakukan perbuatan sexsual dalam bentuk apapun juga dan dengan siapapun juga. Beliau selalu hidup dalam kesucian dan pengendalian indriya yang sempurna. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri menghindari segala bentuk perbuatan sexual dengan siapapun juga, sebaliknya saya akan mengembangkan pikiran yang bersih bebas dari nafsu indriya.

4) Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk menghindari mengucapkan kata-kata yang tidak berguna (berbohong, memecah belah, berkata kasar, omong kosong). Pada saat mengambil sila yang keempat ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya telah menghindari dan tidak mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat, Beliau hanya mengucapkan kata-kata yang membawa kebahagiaan dan pembebasan bagi semua makhluk. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri menghindari

5)Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk menghindari mengkonsumsi minuman/zat yang dapat menimbulkan kemabukkan. Pada saat mengambil sila yang  ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya telah menghindari dan tidak mengkonsumsi minuman/zat yang memabukkan, beliau selalu dalam keadaan sadar sepenuhnya. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri menghindari dan tidak mengkonsumsi minuman/zat yang memabukkan, sebaliknya saya akan menjaga badan dan kesadaran agar selalu dalam keadaan sadar sepenuhnya.

6)Vikāla-bhojanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk tidak makan selewat waktu yang telah ditentukan. Pada saat mengambil sila yang keenam ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya hanya makan dalam satu waktu dan tidak makan setelah lewat tengah hari. Demikian juga saya selama satu hari ini akan melatih diri untuk tidak makan setelah lewat tengah hari, sebaliknya saya akan melatih diri mengendalikan nafsu makan dan menjalani hidup dengan rasa puas.

7)Nacca-gīta-vādita-visūka-dassanā mālā-gandha-vilepana-dhāraṇamaṇḍana-
vibhūsanaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk tidak menari, menyanyi, bermain alat musik, menonton pertunjukkan. Pada saat mengambil sila yang ketujuh ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya tidak menari, menyanyi, bermain alat musik, menonton pertunjukkan.Tidak menghias dirinya dengan bunga-bungaan, wangi-wangian dan alat kosmetik dengan tujuan untuk merias dirinya. demikian juga saya selama satu hari bertekad untuk melatih diri menghindari menari, menyanyi, bermain alat musik, dan menonton hiburan. Saya juga bertekad untuk melatih diri tidak mennggunakan hiasan bunga, menggunakan wewangian, merias diri untuk mempercantik diri. Sebaliknya saya akan hidup dengan sederhana dan penuh kesopanan.

8)Uccāsayana-mahāsayanā veramaṇī sikkhā-padaṁ samādiyāmi.
Tekad untuk menghindari penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah. Pada saat mengambil sila yang keenam ini maka umat harus merenung demikian “ para Buddha, Arahat dan para mahluk suci selama hidupnya tidak menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah. Demikian juga saya selama satu hari ini bertekad untuk tidak menggunakan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi dan mewah, sebaliknya saya akan puas dengan tempat yang ada.

Demikianlah, dengan mengambil tekad sepenuh hati dan melaksanakan dengan sempurna maka dikatakan umat tersebut telah melaksanakan Uposatha dengan sempurna. Setelah umat dapat melaksanakan Uposatha dengan sempurna maka dalam kehidupan ini ia akan selalu bahagia dan dalam kehidupan yang akan datang ia akan terlahir dalam kehidupan membahagiakan atau lahir di alam Surga. Apabila Uposatha ini dilatih terus menerus akhirnya akan menghantar pada pembebasan. Inilah yang diajarkan dalam Uposatha sutta, bagian Anguttara Nikaya.

Kesimpulanya bahwa puasa dalam agama Buddha tidak sebatas menahan haus dan lapar tetapi yang utama adalah mengendalikan ucapan, perbuatan dan pikiran agar selalu terarah pada perbuatan luhur untuk kebahagiaan diri dan semua makhluk.

Semoga bermanfaat dan dapat dipraktikan.
terimakasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa manusia terlahir miskin

Mengapa manusia terlahir cacat

Vihara aliran mahayana di daerah serpong tangerang